PLTA Asahan 3 <data:blog.pageName/> | <data:blog.title/>

Sunday, June 6, 2010

BOHONG MODALNYA, NGOTOT CARANYA

Harian ANALISA
(Arsip Berita Juni 2010)

PLTA Asahan III, Kenapa Dipersulit?
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=56748:plta-asahan-iii-kenapa-dipersulit-&catid=665:02-juni-2010&Itemid=217

Oleh : Iwan Guntara

PERCAYAKAH anda, kepentingan publik menjadi prioritas di negeri ini ? Tampaknya belum. Para pejabat masih asyik dengan ego dan kepentingan kelompoknya masing-masing.
Jadi, jika pada akhirnya keputusan yang mereka ambil mengungtunkan rakyat, itu hanya kebetulan dan resiko dari kebijakan yang tidak bisa mereka hindarkan.
Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan III adalah salah satu contohnya. Proyek yang diharapkan dapat menghakhiri krisis listrik di negeri ini, khususnya di Sumatera Utara (Sumut), tidak terealisasi hingga saat ini. Padahal proyek itu, sejak tahun 1980-an sudah ada dalam rencana PLN.
Keserakahan dan ego para pejabat di negeri ini adalah salah satu penyebabnya. Sejak belasan tahun lalu, mereka sudah saling berebut untuk mengerjakan proyek senilai US$ 330 juta (Rp 3,3 triliun) itu. Mereka juga mengklaim sebagai pihak yang paling berwenang mengeluarkan izin pembangunan proyek yang pernah dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Juli 2006, yang merupakan salah satu dari enam mega proyek di Sumut.

Perseteruan
Perseteruan tentang PLN dan Pempropsu tentang siapa yang mengerjakan paling berhak membangun PLTA berkapasitas 2x78 Megawatt tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2004. Ketika itu, Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Alm HT Rizal Nurdin memberikan izin lokasi kepada PT Mega Power Mandiri (MPM), anak perusahaan Bukaka Teknik, untuk membangkitkan energi Sungai Asahan. Karena, sebelumnya PLN menyatakan tidak sanggup mebangun PLTA tersebut.

Namun, entah kenapa, MPM mundur dari perebutan PLTA Asahan III. Tapi, Gubsu Rudolf M Pardede tidak serta-merta memberikan izin, karena PLN hanya siap mengerjakan pembangkit itu dalam empat tahun. (Komentar : Pada saat itu, sekitar pertengahan tahun 2007, PLN hanya menyanggupi untuk menyelesaikan pembangunan Asahan III pada tahun 2014. Dijelaskan oleh PLN/JBIC, bahwa target tersebut didasarkan pada Detail Design yang dibuat oleh Konsultan Nippon Koei dan juga didasarkan pada Loan Agreement dengan JBIC. Meskipun Gubernur meminta untuk dipercepat PLN tetap mengatakan bahwa sesuai target PLN, maka Asahan III akan diselesaikan tahun 2014. Sangat jelas, apapun alasannya, PLN/JBIC hanya mau dan bersikeras bahwa Asahan III akan diselesaikan pada tahun 2014) Sementara, ada dua perusahaan swasta dari China dan Korea , yang menyatakan siap membangun pada kurun waktu lebih cepat. Pempropsu akhirnya menyerahkan pemilihan ketiga perusahaan itu kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). (Komentar : Dalam Rakor di Kantor Wapres pada bulan Nopember 2007, Direksi PLN menyampaikan akan berusaha untuk mempercepat penyelesaian Asahan III, tetapi meskipun dengan percepatan, penyelesaikan Asahan III paling cepat adalah tahun 2012/2013. Karena PT Bajradaya dalam penawaran nya sanggup menyelesaikan pembangunan Asahan III pada pertengahan tahun 2011, maka akhirnya diambil keputusan dan menunjuk PT Bajradaya untuk melaksanakan pembangunan Asahan III, dan dibentuk Tim Terpadu untuk melakukan kajian terhadap PT Bajradaya. Sebagai follow up Direktur Utama PLN menyampaikan hasil kajian PT PLN kepada Meneg BUMN/ Meneg PPN/Kepala Bappenas pada tanggal 28 Desember 2007, yang intinya PT Bajradaya akan lebih cepat dalam pembangunan Asahan III disbanding dengan PLN)
Perseteruan itu berlanjut hingga saat ini.

Dengan bermodal restu dari Pemerintah Pusat, Dirut PLN Dahlan Iskan dalam berbagai kesempatan berkeras ingin membangun PLTA Asahan III. Meskipun belum memperoleh izin dari Gubsu. Bahkan, BUMN listrik tersebut akan segera membuka tender rekayasa, pengadaan dan kontruksi (engineering procurement contruction/EPC) pada bulan Juni mendatang.
Di satu pihak, Gubsu H Syamsul Arifin SE, kukuh tidak akan memberikan izin lokasi kepada PLN. Pempropsu malah memberikan izin lokasi kepada perusahaan swasta PT Badzra Daya Sentra Nusa, yang mengembangkan PLTA Asahan I. Alasannya, hingga saat ini tidak ada pernyataan tertulis dari PLN, bahwa PLTA Asahan III tersebut tidak digunakan untuk PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan hanya digunakan sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Sumut. Karena sudah sejak lama masyarakat Sumut menderita karena krisis listrik. (Komentar : 1. Apakah sudah tahu, apa sebabnya sejak dari awal/ tahun 2005, meskipun telah memiliki ijin amdal dan “loan agreement”pada tahun 2006 dengan JBICJepang/JBIC melalui Konsultan nya Nippon Koei dan Pelaksananya PLN, bersikeras dan tetap menginginkan penyelesaian pembangunan Asahan III pada tahun 2014? 2. Apakah sudah tahu kalau dalam usulan perpanjangan BOT, PT Inalum juga mengajukan program ekspansi kapasitas smelter sebesar kl 100 ribu ton/tahun? 3. Apakah sudah diketahui darimana akan mendapatkan tambahan sumber daya listriknya? 4. Apakah sudah tahu kalau PT Inalum meminta Asahan III kepada Pemerintah RI, bahwa listrik Asahan III akan digunakan olehnya, maka Pemerintah RI harus menyetujui/mengijinkan karena hal tersebut sudah diatur dalam Master Agreement yang ada?)
Anehnya, alasan yang sama juga disampaikan Dirut PLN, untuk memuluskan ambisinya. Dahlan Iskan menyatakan, bahwa pembangunan PLTA Asahan III harus disegerakan. Jika tidak, maka masyarakat Sumut akan kembali mengalami krisis listrik pada tahun 2013 -2014. Karena kebutuhan listrik di wilayah ini akan terus meningkat. (Komentar : Sesuai dengan program dan target kerja Pemerintah/ESDM dan PLN, maka pada tahun 2012 Provinsi Sumut akan terpenuhi semua kebutuhan listriknya/termasuk cadangan dan tidak akan ada lagi pemadaman listrik lagi. Dan semuanya dicapai karena banyak proyek baru yang selesai di tahun 2011 nanti, dan Asahan III tidak termasuk dalam daftar tersebut karena memang dijadwalkan selesai tahun 2014. Jadi masyarakat harus jelas mengenai hal ini, bahwa Asahan III sejak dari awal tujuannya tidak dimaksudkan untuk menutup kekurangan listrik di Sumut tetapi memang direncanakan akan diselesaikan pembangunannya dan siap operasi di 2014 dimana pada waktu itu Sumut sudah tidak kekurangan listrik sejak 2012. Itulah jawaban kenapa PLN/JBIC sejak awal tetap ngotot bahwa sesuai perencanaan Konsultan Nippon Koei dan juga berdasarkan “Loan Agreement” dengan JBIC sejak tahun 2004/2005. Kalau memang PLN berniat menjadikan Asahan III sebagai salah satu jalan keluar menutup kekurangan listrik di Sumut sebelum tahun 2012, maka PLN pasti mendukung PT Bajradaya yang anggupo menyelesaikan di tahun 2011. Tetapi yang terjadi bukan seperti itu, melainkan tindakan-tindakan tanpa transparansi bersama JBIC untuk menggagalkan rencana Pemprov Sumut dengan Bajradaya.
Sebagai referensi, inilah PR yang dilangsir oleh Pemerintah dan PLN 1). Bisnis Indonesia 25 Feb 2010 : Dirjen Listrik menyatakan terhitung dari tahun 2012, Sumut tidak akan kekurangan listrik lagi. Jumlah suplai listrik akan didapat dari proyek-proyek PLTA Asahan 1 (180 MW), PLTU Sumatra unit 1 dan 2 (400 MW), PLTU Nanggroe Aceh Darussalam (200 MW), PLTU Labuhan Angin (230 MW) dan PLTU Tarahan Lampung (200 MW). 2) Antara/FINROLL Automotive 23 Feb 2010: I Sinulingga menyebutkan, untuk mencapai kondisi aman Sumut masih harus menunggu selesainya pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara berkapasiras 2x200 MW di Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat yang baru saja selesai penandatangan kontrak. PLTU batubara tersebut diperkirakan baru bisa beroperasi sekitar pertengahan tahun depan. Pada waktu yang hampir bersamaan juga akan dibangun satu lagi PLTU batubara berkapasitas 2x200, juga di Pangkalan Sumut. PLTU ini dijadwalkan beroperasi akhir 2011. "Jadi, kondisi kelistrikan di Sumut baru akan aman sekitar akhir 2011. Akan semakin aman lagi jika satu unit PLTU batubara lainnya juga berkapasitas 2x200 MW di Nagan Raya, Banda Aceh, selesai dibangun tahun 2012 nanti," ujarnya. 3) Antara 23 Feb 2010: "Pasokan listrik kita diperkirakan baru akan benar-benar aman sekitar akhir tahun 2011 nanti," ujar GM PT PLN (Persero) Wilayah Sumut, Denny Pranoto usai rapat dengar pendapat dengan Komisi D DPRD Sumut di, Selasa
).


Terlepas dari benar atau tidaknya alasan yang disampaikan ke dua pihak, sejatinya, jika keduanya sama-sama mementingkan kepentingan masyarakat, perseteruan itu tidak perlu terjadi. Apalagi, jika keduanya mengetahui betapa menderita dan besarnya kerugian yang harus dirasakan warga Sumut, akibat pemadan listrik yang terjadi selama ini.
Pengusaha mall dan supermarket merugi hingga Rp350 juta/bulan, akibat pemadalan listrik oleh PLN. Karena, selain harus membayar tagihan listrik, pengusaha juga harus membeli genset dengan biaya ratusan juta rupiah. Itu belum lagi ditambah biaya operasi gensetnya. (SIB, 2008).
Bahkan, menurut Ketua Umum (Ketum) DPP Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Erwin Aksa, pemadaman listrik mengakibatkan sektor industri (manufaktur) dan usaha kecil menengah (UKM) harus menelan kerugian total sebesar Rp 2 triliun. (MedanTalk, 2009).
Belum lagi, kerugian warga yang peralatan elektroniknya rusak, akibat listrik yang byar-pet. Sungguh kerugian yang tidak terhitung jumlahnya.

Kebersamaan
Sebenarnya, perseteruan tentang PLTA Asahan III tersebut tidak perlu terjadi, jika para pejabat di negeri ini tidak terjangkiti penyakit lupa. Ya.. lupa untuk selalu mengedepankan kepentingan publik, dari pada kepengintan pribadi atau kelompok. Lupa akan pentingnya kebersamaan dalam membangun negeri, yang menjadi tema Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 20 Mei lalu. Juga menjadi tema pokok dalam peringatan hari jadi Pemprovsu ke 62 pada 15 April lalu.

Bukankah sejarah telah membuktikan, bahwa semangat kebersamaan, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia – lah yang telah mendorong lahirnya kemerdekaan negeri ini 65 tahun lalu. Karna itu, sudah saatnya, para pejabat merelakan arogansi kekuasaan dan ego sektoralnya, dengan mengedepankan kepentingan publik.
Gubsu Syamsul Arifin SE dan Dirut PLN Dahlan Iskan harus ketemu satu meja, untuk menyelesaikan persoalan PLTA Asahan III. Bukankah, keduanya sama-sama mengaku selalu menjadikan kepentingan masyarakat sebagai alasan. Lupankanlah dendam dengan PT Inalum, yang pernah menolak permintaan barter listrik 200 MW kepada PLN, tanpa alasan. Meskipun PT Inalum masih punya catatan utang PLN sebesar 75 Giga Watt Hour sejak tahun 2.000, yang hingga kini belum mampu dilunasi. Jika memang itu persoalannya..

Apalah susahnya, memberikan izin kepada PLN, jika memang itu bermanfaat bagi masyarakat Sumut. Begitu juga PLN, apalah susahnya memberikan pernyataan tertulis kepada Pempropsu, kalau PLTA Asahan III tidak diperuntukkan bagi PT Inalum. Bukankah, dalam setiap kesempatan Dirut PLN Dahlan Iskan selalu menyatakan hal tersebut. (Komentar : Kalau memang betul, kenapa JBIC dan PLN tidak buat surat pernyataan tersebut? Kalau Cuma PLN bikin pernyataan percuma saja, harus bersama dengan JBIC. Pernyataan ini juga harus dibuat oleh JBIC, karena JBIC tidak hanya sebagai lender PLN, tetapi juga sebagai pemegang saham terbesar PT Inalum, sehingga harus juga mutlak memberikan jaminan bahwa listrik Asahan III tidak akan diminta oleh PT Inalum untuk memenuhi kebutuhan listriknya karena adanya program perluasan kapasitas smelter di tahun 2014)

Ingat !!!..harapan masyarakat Sumut dan mungkin rakyat Indonesia sangat besar terhadap PLTA Asahan III. Apalagi, rakyat sudah jenuh dan bosan dengan adanya pemadaman listrik, yang entah sampai kapan terus berlangsung.

Pembangungan PLTA Asahan III diharapkan mampu mengatasi permasalahan kelistrikan di daerah ini. Dengan harapan mampu memasok daya listrik hingga 2x87 MW. Memang, saat ini daya mampu pembangkit di sistem kelistrikan Sumatra Bagian Utara (Sumbagut) mencapai 1.300 megawatt (MW) dan beban puncak mencapai 1.233 MW. Cadangan daya yang sangat terbatas ini tak mampu menghindari terjadinya pemadaman jika salah satu pembangkit utama menjalani pemeliharaan. Disamping itu PLTA Asahan 3 ini nantinya juga akan dapat menekan biaya pokok produksi listrik di wilayah ini.

Namun, semua itu kembali kepada para pejabat dan pemimpin negeri ini. Apakah masih menjadikan kepentingan publik sebagai prioritas, atau tetap mempertahankan ego sektoral dan arogansi kekuasaan. Atau, mungkin anekdot, "Jika Bisa Dipersulit, Kenapa Dipermudah" itu masih berlaku di negeri ini ....semoga tidak.....................***

*Penulis adalah wartawan tinggal di Medan
Komentator adalah staf analis di Kementrian BUMN

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home